Sabtu, 11 Oktober 2008

Krisis Global dan Olahraga


Krisis global kata para pengamat ekonomi sudah diambang pintu, ada yang berpendapat krisis itu juga akan mempengaruhi dunia sepakbola yang sekarang ini sudah menjadi sebuah industri baru, tapi dari kalangan bola sendiri mereka optimistis bisa melewati krisis itu.

Salah satu di antaranya sudah didengungkan Real Madrid yang mengaku tidak terpengaruh dengan adanya krisis yang diawali dari Amerika Serikat ini. Namun demikian berbeda dengan Real Madrid persepakbolaan Inggris menjadi sangat khawatir.
Persepakbolaan Inggris, yang tengah menikmati masa indah mereka karena masuknya investor-investor asing, kini mulai khawatir. Krisis kredit keuangan yang terjadi di Amerika dan Eropa diperkirakan bakal menggerus mesin uang Liga Premier.
Beberapa tanda sudah bermunculan. Pemilik West Ham United sekaligus presiden klub, Bjorgolfur Gudmundsson, tengah mengalami resesi keuangan setelah bak miliknya di Islandia, Lanksbanki, dinasionalisasi dan dia dipecat dari direksi. Meski West Ham tak perlu risau karena sumber keuangan Gudmundsson tersebar di banyak industri.
Hal yang sama juga dirasakan ManYoo yang selama ini disponsori AIG, perusahaan asuransi Amerika Serikat yang juga nyaris bangkrut. Setali tiga uang, Liverpool yang dimiliki duo pengusaha Amerika Serikat juga mulai khawatir pasokan dana mereka yang ternyata sebagian besar didapatkan dari utang, bakal menghantam klub.
Sebelumnya, West Ham merupakan satu dari tiga klub bersama Aston Villa dan West Bromwich Albion kesulitan mendapatkan sponsor kostum. Kendati demikian, kesulitan menjaring sponsor juga bukan melulu karena kesalahan klub. Salah satu contohnya adalah kebangkrutan XL, perusahaan jasa liburan yang memasang iklannya di bagian dada kostum West Ham musim lalu.
Tapi tak ada kekhawatiran yang lebih besar pasca pengumuman ketua Asosiasi Sepakbola Inggris, Lord Triesman. Sepakbola Inggris dinyatakan memiliki total hutang sebesar 3 juta poundsterling (Rp 50 triliun). Dari jumlah itu, sepertiganya dikuasai oleh Manchester United, Liverpool dan Chesea -- tiga dari empat besar Liga Premier.
Situasi ini kemudian dijawab oleh UEFA dengan ancaman melarang tim dari Inggris dan negara lainnya untuk bermain di ajang Liga Champions jika belum bersih dari hutang. Sepakbola tentu tidak sepenuhnya kebal terhadap krisis keuangan. Keuntungan tahunan klub memang masih mengagumkan. Rekor transfer pemain pun masih bisa diciptakan. Pengamat mengatakan sepakbola adalah kelompok yang berani menentang krisis keuangan global. Menciptakan harga transfer pemain tertinggi di saat dunia ekonomi sedang lesu adalah bukti nyata.
Yang menjadi pertanyaan adalah seberapa besar pengaruh krisis keuangan dunia terhadap proyeksi keuntungan klub?
Sektor tiket pertandingan adalah yang paling rentan. Di Liga Premier sendiri harga tiket untuk sebagian besar klub semakin membumbung. Suporter menjerit karena harga itu terkadang di luar daya beli mereka. Jika tiket tak terbeli, besar kemungkinan fans juga enggan merogoh kocek untuk memborong merchandise. Dengan demikian akan ada penurunan keuntungan yang diperoleh klub, termasuk jika kemudian klub menurunkan harga tiketnya.
Pendapatan dari sektor match fee juga terancam. Apalagi jika klub itu dilarang tampil di Liga Champions atau Piala UEFA yang seperti diketahui punya uang tampil cukup besar bagi para peserta.
Tetapi resiko yang paling besar terdapat pada liga-liga di divisi bawah atau klub yang dimiliki oleh pengusaha lokal dan belum tersentuh oleh investor besar. Pengusaha lokal berskala kecil masih terikat erat dengan bank untuk mendapatkan kredit. Namun dalam situasi krisis seperti sekarang maka bank akan sulit mengeluarkan kredit.
Ini pula yang mungkin menjadi alasan Serie A Italia untuk memisahkan diri dengan Serie B dan membentuk Liga Super. Klub-klub Serie A merasa perlu menyelamatkan aliran dananya. Mereka enggan menyumbang dana lebih banyak, demi keseimbangan, kepada klub di divisi bawah yang justru sangat rentan resesi.
Krisis keuangan dunia yang sedang terjadi tak pelak memang harus diantisipasi. Klub seperti Liverpool yang berniat membangun stadion baru mungkin akan menundanya. Pembiayaan sudah pasti akan sulit dilakukan karena bank mulai berhitung secara cermat untuk memberi kredit.
Kemudian ada pula usulan agar Liga Premier mulai menerapkan pembatasan gaji (salary cap). Anggaran gaji yang di sebagian klub bisa mencapai 70 persen dari keuntungan tahunan klub dinilai sebagai pemborosan.
Soal pembatasan gaji ini juga masih menimbulkan prokontra. Dari kalangan pemain, Jamie Carragher, bintang Liverpool setuju adanya pembatasan gaji pemain karena ini bisa menekan pengeluaran klub yang mungkin akan kehilangan penonton di lapangan karena mahalnya harga tiket.
Sedangkan manajer Portsmouth Harry Redknapp malah tidak setuju dengan adanya salary cap ini, menurutnya pemain dengan kebintangannya layak untuk mendapat bayaran tinggi. Kita belum tahu bagaimana kabar dengan klub-klub bola basket, baseball, dan football yang ada di Amerika Serikat, namun dengan kebijakan salary cap yang mereka terapkan, kemungkinan kondisi mereka tidak terlalu parah meskipun AS dilanda krisis.
Olahraga memang kadang-kadang berbeda, pada situasi tertentu olahraga bisa menjadi sebuah oasis di tengah padang pasir. Olahraga tak ubahnya seperti sebuah panggung hiburan, dan dalam kondisi bagaimanapun orang pasti butuh hiburan. Karena itulah banyak yang berharap, meskipun dilanda krisis jangan sampai even olahraga terhenti. Karena kalau semua sudah terhenti, apalagi yang bisa dijadikan hiburan. (*)

0 komentar:

Inspirationa Quotation

"The big secret in life is that there is no big secret. Whatever your goal, you can get there if you're willing to work".

(Oprah Winfrey, American TV host, media mogul, and philanthropist)

kartun united





FIrman Allah SWT

"Innal hasanaat tushrifna sayyiaat" (Sesungguhnya kebaikan akan mengalahkan kejahatan) - (Hud:114).

  © Blogger template Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP