Senin, 29 Desember 2008

Sudah Saatnya Menata Pembinaan dan Kompetisi

Bicara tentang persepakbolaan nasional, maka muaranya kita mesti melihat tim nasional Merah Putih. Dan semua tahu di segala level kompetisi, timnas Indonesia telah gagal total. Terakhir kegagalan dialami di ajang Piala AFF 2008.
Sejak satu dasawarsa terakhir Indonesia sering berganti pelatih, tercatat sejak 1998 ada enam pelatih menangani timnas dan semuanya 'gatot' (alias gagal total). Mulai Rusdi Bahalwan, Bernard Schumm, Nandar Iskandar, Ivan Kolev (dua kali masa kepelatihan), Peter Withe, dan Benny Dolo (dua kali masa kepelatihan hingga sekarang)
Rata-rata mereka hanya bekerja selama dua tahun. Ini bukan kebiasaan negara-negara sepakbola di mana pelatih timnas akan dikontrak selama empat tahun apapun hasil di sebuah turnamen. Jika ada yang melakukan pergantian radikal, biasanya karena kinerjanya tak bisa lagi ditorerir atau tim bersangkutan punya banyak dana, misalnya negara-negara kaya minyak dari Timur Tengah yang dengan mudahnya mengganti pelatih.
Enam pelatih yang sudah menangani timnas itu tak ada gelar bergengsi yang bisa diraih. Bahkan lambat laun, Indonesia justru makin susah mengalahkan Myanmar, dan semakin tertinggal di bandingkan Vietnam apalagi Thailand.
Kalau sudah berganti pelatih dan hasilnya tetap, maka pandangan kita tentu tertuju kepada para pemainnya. Fabio Capello pun bila melatih Indonesia, dia pasti akan kesulitan membangun tim dengan materi yang ada. Kita ambil contoh bagaimana Peter Withe yang dua kali sukses membawa Thailand menjuarai Piala Tiger yang sekarang berganti menjadi Piala AFF. Begitu menangani Indonesia, pelatih asal Inggris itu pun gagal. Problem utamanya dia tidak bisa menemukan materi pemain yang sudah mumpuni di Indonesia seperti dia temukan di Thailand.
Para pelatih timnas Indonesia pasti merasa kesulitan karena amunisi yang sangat terbatas. Seorang pelatih timnas tak akan pernah direpotkan pada pengasahan skill dan tehnik pemain. Dia hanya akan berkonsentrasi pada seleksi pemain, taktik dan strategi bermain. Pelatih timnas punya waktu yang sangat terbatas dalam bekerja. Dia hanya punya waktu pendek untuk bertemu dengan pemain sehingga masa itu hanya akan digunakan mengoptimalkan stamina dan permainan secara tim. Ironisnya ini menjadi problem persepakbolaan nasional yang tak terpecahkan hingga saat ini.
Lalu, apa yang harus dilakukan? Berkaca dari itu semua pokok permasalahannya sebenarnya sudah ketemu sejak awal yaitu pemain berkualitas. Darimana ini di dapatkan tentu dari pembinaan sejak usia dini dengan metode pelatihan yang benar, kemudian arena pematangan yaitu kompetisi.
Dua hal inilah yang harus segera dibenahi insan sepakbola di Indonesia baik terutama PSSI sebagai induk. Ada pengalaman menarik dari arena Pekan Olahraga Mahasiswa (POM) Asean di mana Indonesia yang diwakili juara PON 2008 Kaltim yaitu tim Jatim harus bermain setengah mati, dengan kata lain napas sudah sampai di leher, begitu pengakuan para pemain ketika menghadapi tim mahasiswa Thailand.
“Soal skill dan teknik kita tidak kalah, tapi bila sudah di lapangan menghadapi permainan kolektif, passing dan movement mereka sudah seperti pemain-pemain Eropa. Umpan-umpan mereka semua penuh kekuatan dan speed mereka juga luar biasa ini yang membuat anak-anak keteteran,” cerita Haruna Soemitro manajer tim Indonesia di POM Asean. Artinya pemain-pemain Indonesia sejak usia muda atau junior saja sudah kalah dari Thailand apalagi yang senior.
Belajar dari itu, maka pelatihan pemain usia dini dengan metode yang benar-lah sekarang yang harus dibenahi. Selama ini tentu ada yang salah dengan metode dan pola pembinaan pemain usia dini. Bisa kita hitung sejak Ligina diputar mulai 1994, berapa pemain berkualitas yang skill dan teknik kemudian cara bermainnya se-level dengan pemain-pemain terbaik yang dimiliki Thailand atau Vietnam? Tidak ada.
Setelah membenahi pembinaan pemain usia dini atau muda, barulah kita menata kembali kompetisi dengan benar. Ketika membawa tim U-23 Indonesia di SEA Games 2005 Filipina, Withe pernah berujar bahwa pemain Indonesia punya skill dan tehnik yang lebih baik di Asia Tenggara. Namun Withe mengeluh seringnya pemain Indonesia melakukan kesalahan elementer dalam permainan yang terkadang sangat merugikan. Timnas hanyalah hasil karena pendidikan sebenarnya ada di dalam kompetisi. Bagaimana pemain Indonesia bermain adalah kebiasaan mereka di dalam kompetisi. Artinya, jika ingin melihat peningkatan segala sektor timnas maka perbaiki pula iklim kompetisi lokal Indonesia.
Indonesia terkendala pada kemampuan pemainnya sebagai produk dari kompetisi lokal yang tidak memadai. Salah satu kelemahan mendasar timnas Indonesia adalah manajemen bermain. Bagaimana menyerang yang baik, bertahan yang ideal, mengawal lawan yang pantas dan sebagainya. Jika mengacu pada cara bermain Singapura dan Thailand, terlihat jelas bagaimana alur permainan mereka yang lebih rapi. Bagaimana permainan dibangun dengan struktur yang jelas. Sepanjang Piala AFF lalu, Indonesia lebih banyak bermain secara sporadis, kemudian rusak di tengah jalan karena kehabisan stamina.
Kompetisi Indonesia berjalan sangat buruk. Wasit yang tidak menjalankan aturan dengan baik membuat pemain Indonesia tampil tidak berbeda dengan mereka yang sering bermain di turnamen antar kampung. Ironisnya, para manajer dan pengelola klub menjadi figur sentral soal mengatur hasil pertandingan dengan suap sana suap sini.
Tapi saat sebagian pemain itu tampil untuk timnas, mereka tidak bisa mengulangi kebiasaan "main kayu" itu karena wasit di laga internasional akan lebih tegas. Akibatnya, para pemain seperti bingung harus melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan.
Kebobrokan seperti inilah yang harus dibenahi, memang tidak bisa dalam waktu yang singkat. Tapi minimal untuk ke depannya Indonesia bisa kembali berjaya di Asia Tenggara. Minimal kita sebenarnya sudah punya modal teknik dan skill yang tidak kalah. (rahmat adhy kurniawan)

0 komentar:

Inspirationa Quotation

"The big secret in life is that there is no big secret. Whatever your goal, you can get there if you're willing to work".

(Oprah Winfrey, American TV host, media mogul, and philanthropist)

kartun united





FIrman Allah SWT

"Innal hasanaat tushrifna sayyiaat" (Sesungguhnya kebaikan akan mengalahkan kejahatan) - (Hud:114).

  © Blogger template Spain by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP