Beda-Beda Tipis Rafa-Freddy

Pekan kedua bulan Desember kemarin menjadi momen penting bagi dua pelatih, Freddy Muli di Persebaya dan Rafael Benitez di Liverpool. Memang menyamakan dua pelatih ini tidak adil, tapi kita ambil sisi positifnya bila berbicara soal profesi.

SOAL prestasi Freddy Muli memang bukan levelnya Rafael Benitez, tapi kita harus sadar mereka berdua memiliki profesi yang sama yaitu pelatih sepakbola. Di mana-mana pelatih sepakbola memiliki hak dan kewajiban yang sama, sesuai dengan level mereka masing-masing.
Kebetulan Rafael Benitez levelnya sudah kita ketahui bersama, demikian juga level Freddy Muli di pentas sepakbola nasional. Yang menarik entah kebetulan atau tidak pada pekan kedua Desember ini mereka berdua menghadapi situasi yang sama.
Liverpool sementara memimpin klasemen Premiership, demikian juga Persebaya memimpin klasemen sementara kompetisi Divisi Utama Wilayah Timur. Rafael Benitez kala itu juga sedang menunggu negosiasi perpanjangan kontrak, demikian juga Freddy Muli yang kontraknya berakhir pada 21 Desember mendatang.
Kontrak Rafa, sapaan akrab Rafael Benitez sebenarnya baru berakhir pada 2009 nanti, namun sesuai dengan aturan maka sekarang ini bisa dilakukan pembicaraan ulang apakah kontrak itu diperpanjang dengan tambahan klausul tertentu atau hubungan kontrak mereka diakhiri karena tidak ada deal yang win-win solution.
Pada awal Desember secara sepihak Rafa menghentikan proses nego, karena manajemen Liverpool tidak memenuhi permintaannya soal kenaikan gaji. Sebelumnya gaji Rafa adalah 3 juta pound per tahun (Rp 48,8 miliar), kemudian dia minta tambah seperti yang diterima dua pelatih terbaik di Inggris lainnya yaitu Sir Alex Ferguson dan Arsene Wenger yang sama-sama digaji 4,5 juta pound per tahun (Rp 73,3 miliar). Tuntutan ini tidak langsung dipenuhi bos Liverpool, George Gillett dan Tom Hicks.
Namun atas dukungan pemain, suporter dan jajaran direksi The Reds tuntutan Rafa itu akhirnya dipenuhi big boss Liverpool, apalagi begitu dengar proses nego Rafa-Liverpool terhenti, klub besar Juventus sudah menyatakan ketertarikannya untuk memboyong Rafael Benitez.
Alhasil, Rafa pun tetap menangani Steven Gerrard dkk dan kini menjadi pelatih ketiga di Premiership yang digaji 4,5 juta pound per tahun. Beda-beda tipis apa yang dialami Rafa juga dialami Freddy Muli. Jangan dilihat soal nilai kontraknya (karena memang tidak sebanding), tapi bagaimana proses nego kemudian kesamaan profesi dan momen yang dialami dua pelatih menarik untuk disimak.
Freddy akhirnya memutuskan hengkang dari Persebaya karena permintaan gaji dan kontraknya Rp 650 juta tidak penuhi Persebaya, sementara Persebaya hanya mampu memberi gaji Rp 25 juta per bulan. Penyebabnya, Persebaya memang tidak punya uang untuk menggaji pelatih sebanyak permintaan Freddy. Sedangkan Freddy menganggap tawaran yang diberikan Persebaya terlalu rendah. Bahkan dia beranggapan Persebaya tidak menghargai dirinya karena memberikan penawaran senilai itu.
Layakkah Rafa mendapat gaji Rp 70-an miliar, pantaskah Freddy mendapat kontrak Rp 650 juga atau kurangkah bila Freddy mendapat gaji Rp 25 juta per bulan? Tidak ada ukuran yang pas untuk mengukur kelayakan pendapatan yang diterima seorang pelatih sepakbola di dunia ini.
Karena kita hidup di Surabaya, tentunya bisa dihitung berapa biaya yang kita keluarkan untuk hidup satu bulan. Dan setelah meresapi kondisi itu dari lubuk hati masing-masing, barulah kita bisa menilai benarkah keputusan Freddy itu? Yang jelas larangan penggunaan APBD kemudian ditambah krisis global sekarang ini, membuat seluruh komponen di persepakbolaan nasional kacau balau. Tak terkecuali Persebaya yang selama ini hanya mengandalkan sosok Saleh Ismail Mukadar untuk urusan finansial. (*)