Nomor Urut, Suara Terbanyak dan Pemenangnya Adalah....
DIPELOPORI Partai Amanat Nasional (PAN), kini jumlah parpol yang menerapkan sistem suara terbanyak dalam penetapan calegnya di Pemilu 2009 terus meningkat. Komentar masyarakat pun bermacam-macam namun mengerucut antara pro dan kontra. Sistem itu pasti rawan konflik (di Indonesia apa yang tidak rawan konflik?). Apalagi Pemilu begitu muda diobok-obok politik uang dan kepentingan. Pemilu 2009 jelas lebih rumit dibandingkan Pemilu sebelumnya. Sistem suara terbanyak yang digunakan beberapa parpol tidak sesuai dengan ketentuan UU No.10 tahun 2008 tentang Pemilu di mana penetapan caleg terpilih menggunakan sistem nomor urut. Di sisi lain, sistem suara terbanyak diharapkan bisa mengikis jual beli nomor urut di tingkat partai. Sistem suara terbanyak itu hanya diatur dalam peraturan parpol melalui perjanjian di hadapan notaris. Itu hanya berpotensi menimbulkan kasus perdata. Jika muncul perselisihan, mestinya yang menang adalah mereka yang mengikuti aturan sesuai UU Pemilu.Penyelesaian sengketa di Pemilu 2009 juga diprediksi bakal lebih rumit karena banyaknya pihak yang terlibat. Selain karena parpolnya, mencapai 38, kerumitan juga disebabkan oleh makin banyaknya penyelenggara Pemilu yang terlibat dalam proses penyelesaian sengketa. Pihak yang berperkara adalah parpol peserta Pemilu berhadapan dengan penyelenggara Pemilu. Peserta Pemilu adalah 38 parpol dan itu jelas jadi beban berat bagi KPU (Komisi Pemilihan Umum).Tanggung jawab pembuktian di setiap upaya menyelesaikan sengketa jelas tidak sepenuhnya dibebankan kepada KPU Pusat, tapi secara berjenjang juga jadi tanggung jawab KPU provinsi dan kabupaten/kota. Masing-masing punya tanggung jawab. Menghadapi potensi konflik ini, Mahkamah Konstitusi (MK) menyarankan agar UU Pemilu direvisi dengan menambah satu ayat yang membenarkan sistem suara terbanyak untuk diterapkan masing-masing parpol di Pemilu 2009. Peraturan apapun di Indonesia selalu saja menimbulkan pro dan kontra karena apa pun aturannya potensi untuk dilanggar dan menyiasatinya juga besar. Makanya tidak salah bila ada anggapan orang Indonesia paling sulit menaati aturan dan paling pandai menyiasati aturan. Apalagi aturan itu bila berkaitan erat dengan urusan 'kekuasaan' seperti menjadi anggota DPR atau DPRD. setelah Pemilu DPR, DPRD, dan DPD 2009, bapak-bapak hakim pasti menghadapi kesibukan yang luar biasa untuk memutus perkara orang-orang yang sudah kebelet menjadi anggota dewan yang terhormat itu. (rahmat ak)
0 komentar:
Posting Komentar