Iblis, Pelaku dan Dalang Bom Marriott-Ritz Carlton
Siapa pelaku dan dalang bom JW Marriott-Ritz Carlton, kemudian apa motifnya menjadi topik diskusi yang paling laris akhir-akhir ini. Ada yang menjawab pelaku dan dalang semua ini adalah pemain lawan, Jamaah Islamiyah (JI). Namun ada jawaban lain lagi, pelaku dan dalang tragedi ini adalah kafir asing yang tidak ingin melihat kondisi Indonesia yang mulai kondusif pasca peristiwa Bom Bali pada 2002 lalu.
Semua pendapat di atas mungkin saja salah, tapi bisa jadi benar karena sampai saat ini kepolisian Indonesia belum mengungkapkan siapa pelaku, dalang dan motif pengeboman ini. Dan memang tidak mudah bagi polisi untuk merangkai seluruh peristiwa di atas untuk mencari kesimpulan terakhir siapa dalang teror ini.
Pusaran opini pertama adalah berbagai analis yang langsung menyebut aksi teror terkutuk ini sebagai perbuatan kelompok Jamaah Islamiyah dan atau sempalannya. Yang berbicara tentang ini kebanyakan pengamat asing seperti bule asal Australia, Sidney Jones (Direktur International Crisis Group), Rohan Gunaratna (pimpinan International Centre for Political Violence and Terrorism Research), Clive Williams (Pusat Studi Strategi dan Pertahanan, Canberra) dan juga ada pengamat lokal seperti Andi Wijayanto (Pro Patria).
Sebaliknya, ada cukup banyak kalangan di dalam negeri yang menyatakan aksi tersebut tidak boleh dikaitkan dengan agama (Islam). Ini dikatakan baik oleh pimpinan MUI, NU pun Muhammadiyah.
Yang menarik, ada prediksi yang disampaikan Abubakar Ba'asyir, yang disebut-sebut punya kaitan dengan JI. Pimpinan ponpres Ngruki ini menganggap serangan bom tersebut sebagai makar orang kafir untuk menyudutkan Islam.
Alasannnya, pertama, kasus ini terjadi setelah terjadinya Pemilu Presiden. Pada saat yang sama, kata Ba'asyir sebagaimana dikutip dari hidayatullah.com, para aktivis dakwah sekarang sudah mulai terang-terangan bersikap keras terhadap paham demokrasi. Alasa kedua, kasus ini terjadi di saat tekanan aparat terhadap para aktivis Islam sudah mulai melunak. Padahal, dakwah Islam sekarang ini lebih marak dan jauh lebih militan. Nah, pemandangan ini tentu membuat tak nyaman orang kafir.
Pandangan Abubakar Ba'asyir ini mendapat dukungan dari Umar Abduh, seorang pengamat JI, yang menilai JI sekarang ini sudah semakin melemah. Dan mereka tidak memiliki kemampuan untuk menembus sistem keamanan di JW Marriott dan Ritz Carlton, kalauh toh bisa maka ini pasti ada orang dalam yang terlibat atau kelompok lain yang memiliki teknologi canggih yang bisa mematikan deteksi metal yang dipasang berlapis-lapis di kedua hotel tersebut.
Tudingan JI berada di belakang kelompok ini memang masuk akal. Tapi, karena yang menyatakan hal ini adalah pengamat asing seperti Sidnye Jones dan teman-temannya dengan mudah analisis mereka langsung dibalas sebagai upaya 'menyudutkan Islam'.
Titik kekeliruan terpenting, Sidney dan teman-temannya lebih mungkin memang telah menarik garis batas yang tegas dengan kelompok fundamentalis Islam, terutama sekali yang memakai cara-cara kekerasan seperti selama ini dipraktikan JI.
Namun, Sidney adan para teman-temannya selalu ada kemungkinan untuk selalu membingkai setiap pengeboman di Indonesia sebagai aktivitas tunggal JI dan mengabaikan kemungkinan adanya kelompok domestik yang bermain atau bahkan intelejen asing yang bermain. Kalaupun ada, dalam analisisnya mereka cenderung akan mengaitkannya kembali dengan JI. Dan itu wajar karena mereka sejak awal memang tidak suka dengan Islam.
Adalah benar aksi teror itu tak boleh dikaitkan dengan Islam. Namun, persoalannya, JI memang terus-menerus memakai nama Islam dan atribut-atribut Islam. Pada saat yang sama, meski aparat terbilang cukup represif terhadap para aktivis JI dan para suporternya, sikap yang sama tidak ditunjukkan oleh sebagian besar masyarakat.
Sebagian masyarakat bersifat pasif karena malas bakal jadi bulan-bulanan. Maksudnya, jika mereka bersikap aktif mendorong penyempitan ruang gerak aktivis JI dan atau para supporternya, mereka akan mudah dituding anti Islam, antek barat dan sejenisnya.
Sikap pasif ini terbukti membantu secara tak langsung pergerakkan aktivis JI dan para supporternya merekrut anggota baru dan melancarkan operasi terkutuknya itu. Sebagian lagi bersifat permisif karena adanya perasaan solidaritas. Yakni, apapun ajaran dan perilaku aktivis JI dan para supporternya, mereka tetap saudara seiman. Karena itu, tak elok kalau harus membuat garis batas yang tegas.
Kegagalan memisahkan JI dan Islam menyebabkan analisis yang menyudutkan JI akan selalu dimaknai sebagai penyudutan terhadap Islam. Itu juga sangat wajar karena sampai hari ini kepolisian sendiri belum bisa menangkap tokoh utama yang mereka sebut di balik JI itu, Noordin M Top, misalnya.
Tudingan penyudutan terhadap Islam juga tidak boleh disalahkan karena sebagian besar masyarakat kita masih belum sadar apakah benar ada kelompok JI yang tujuannya selalu melakukan teror? Apakah ada sosok Noordin M Top itu? Apakah semua ini bukan karangan dari Amerika Serikat yang memang tidak suka dengan Islam? Teori Konspirasi bisa bermain dalam kasus ini. Tapi di balik itu semua, apa yang terjadi di JW Marriott-Ritz Carlton itu memang tidak bisa diterima, perbuatan kejam menghilangkan nyawa orang lain untuk mencari perhatian itu adalah perbuatan iblis.
Dan iblis di muka bumi ini memang harus diperangi, apakah itu iblis bersorban, iblis bule, iblis berdasi, iblis sipit, iblis keriting, iblis hitam legam, iblis sawo matang, pokoknya semua iblis ! (*)
0 komentar:
Posting Komentar