ANTARA HAWAII-NYA ASIA DAN PULAU BUJANGAN
SELAMA 10 hari (1-11 November 2007) keliling Pulau Hainan di China Selatan banyak catatan menarik yang didapat, Pulau Hainan yang dulunya berfungsi sebagai Pulau Buru bila di Indonesia kini menjadi salah satu provinsi yang maju di negara Republik Rakyat China.
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Meskipun Pemerintah China sangat ketat menerapkan program Keluarga Berencana (KB), diprediksi Negeri Tirai Bambu itu akan mengalami krisis kependudukan. Krisisnya tergolok unik, China diprediksi menjadi negara yang dipenuhi pria bujangan yang jumlahnya mencapai 40 juta orang pada 2020 mendatang.
Banyaknya jumlah pria itu berkaitan dengan suksesnya program KB di China plus efek dari anggapan masyarakat China yang kurang menerima bila hanya mempunyai anak perempuan. Akibatnya sudah jelas, kalau di Indonesia jumlah kaum wanita lebih banyak di bandingkan pria, tidak demikian di China.
Dari seluruh kawasan di Republik China perbandingan jumlah wanita dan pria yang sangat mencolok ada di Pulau Hainan. Sebuah pulau terbesar kedua di China setelah Taiwan (Pulau Formosa), pulau seluas sekitar 34.000 kilometer persegi yang terletak di sebelah selatan daratan China itu menurut data statistik (Oktober 2005) dihuni 8.263.100 jiwa. Sebagian besar penduduk Pulau Hainan adalah pria yang belum menikah karena mereka sulit menemukan wanita di sekitar mereka, sementara mereka tidak ingin untuk meninggalkan Pulau Hainan untuk merantau ke daratan. Kondisi ini tentu berbeda dengan Pulau Bawean yang disebut sebagai Pulau Wanita, karena penduduk laki-lakinya banyak yang merantau ke Negeri Jiran.
Kalau toh mereka sudah menikah bila belum mendapatkan anak laki-laki, maka istri mereka diminta untuk hamil lagi sampai melahirkan anak laki-laki. Karena itulah rasio kelahiran bayi laki-laki-perempuan di Pulau Hainan menjadi sangat tinggi. Menurut China fact figure, rasio kelahiran di Pulau Hainan adalah 100 bayi perempuan lahir setiap 135 kelahiran bayi laki-laki.
Penduduk Pulau Hainan ternyata masih memiliki anggapan bahwa memiliki anak laki-laki lebih baik di bandingkan anak perempuan. Karena mereka bisa diajak bekerja dan paling utama adalah meneruskan kelestarian marga.
“Suami Saya ingin banyak anak laki-laki. Anak pertama kami sudah laki dan sekarang Saya hamil lagi. Kalau lahir perempuan maka Saya harus bersiap untuk hamil anak ketiga lagi,” ungkap A Jun (22), penjaga toko suvenir yang ditemui Radar Surabaya di desa Pingling, kawasan pinggiran kota Hakiou City, ibukota Provinsi Hainan.
Menurut A Jun meskipun sekarang ini sudah banyak pria China berpikiran maju yaitu menerima apakah bayinya lahir perempuan atau laki. Tapi sebagai istri biasanya mereka sangat tertekan bila tidak bisa melahirkan anak laki-laki. Mereka tidak peduli dengan denda yang diterapkan pemerintah bila melahirkan anak ketiga.
“Di desa kami anak laki-laki adalah harta karun, para suami kebanyakan tidak begitu gembira bila mempunyai anak laki-laki,” tambah A Jun. “Masyarakat sini masih percaya dengan keberadaan anak laki-laki karena mereka menganggap anak laki yang bakal merawat mereka saat menjadi tua,” tambah Hua Zhang, rekan A Jun.
Sejak 1980 Pemerintah China menerapkan program KB dengan slogan “One Child”, program ini sempat mendapat tentangan dari masyarakat tradisional China yang menganggap keluarga China harus terus menambah anak bila belum punya anak laki-laki.
Karena itu pada 1984, “One Child” diganti dengan “One and a half Child”, artinya bila keluarga memiliki anak pertama laki-laki maka mereka harus berhenti untuk punya anak lagi. Bila anak pertama mereka perempuan, maka keluarga itu diberi kesempatan untuk melahirkan satu kali lagi.
Menurut Zhai Zhenwu, salah seorang pejabat kota Hakiou yang bila di Surabaya setingkat kepala dinas, masyarakat Pulau Hainan masih punya anggapan itu. Karena itulah perbandingan kelahiran anak laki-perempuan sangat njomplang.
Akibatnya, sekarang ini di Pulau Hainan jumlah orang laki-laki lebih banyak di bandingkan wanita. Bila ditarik ke belakang lagi yaitu saat program One Child dimulai 27 tahun lalu, rata-rata usia mereka sudah mencapai batas usia sosial masyarakat China untuk mencari istri. Dan inilah yang jadi masalah karena kaum lelaki kesulitan untuk mencari istri, sementara mereka tidak mau merantau ke luar Pulau Hainan. Jadilah sekarang ini para bujangan menumpuk di Pulau Hainan. Dan menurut penelitian Wenchang University bila ini terus terjadi di Hainan dan seluruh China, maka pada 2020 mendatang ada sekitar 40 juta kaum pria yang tetap membujang karena kesulitan mencari istri, di mana dari 40 juta itu sekitar 3 persennya ada di Pulau Hainan, sebuah pulau tropis yang sedang digarap Pemerintah China menjadi Hawaii-nya Asia. (*/bersambung)
Readmore »»