HORE...JAPUNG SAH!
Mendagri Mardiyanto ternyata membolehkan pejabat daerah menerima upah pungut. Hal itu dikeluarkan dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bernomor 973/321/SJ. Surat edaran tertanggal 5 Februari 2009 itu dikeluarkan setelah KPK mulai mengusut pemberian upah pungut kepada pejabat. Upah itu diambil dari hasil pungutan pajak masyarakat. "Biaya bisa mengalir kepada aparat pelaksana pajak dan penanggung jawab di daerah," kata Juru Bicara Departemen Dalam Negeri (Depdagri) Saut Situmorang ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (2/3).
Menurut Saut, surat edaran itu berisi penundaan sementara pencairan upah pungut pajak daerah selama tahun anggaran 2009. Berdasarkan surat edaran tersebut, aliran upah pungut kepada sejumlah pejabat tidak boleh dilakukan sampai revisi berbagai aturan tentang upah pungut selesai dilakukan.
"Untuk sementara waktu menunda realisasi biaya pungut pajak 2009 meski sudah ada pemungutan pajak daerah dan dicantumkan di APBD 2009, sampai ditentukan permendagri yang baru," terang Saut.
Namun demikian, surat edaran Mendagri tersebut masih mengizinkan aliran upah pungut kepada sejumlah pejabat daerah. Pejabat pemerintahan daerah yang masih boleh menerima upah pungut adalah aparat pelaksana pajak dan penanggung jawab di daerah. Saut tidak menjelaskan siapa saja yang termasuk dalam aparat pelaksana pajak dan penanggung jawab di daerah.
Selain itu, surat edaran juga mengizinkan aliran upah pungut kepada pejabat Pertamina dan Kepolisian di tingkat daerah. Berdasar penelusuran, setidaknya pernah ada dua Kepmendagri yang mengatur alokasi upah pungut, yaitu Kepmendagri Nomor 27 tahun 2002 dan Kepmendagri Nomor 35 tahun 2002 tentang Pedoman Alokasi Biaya Pemungutan Pajak Daerah.
Kepmendagri Nomor 35 tahun 2002 diterbitkan pada 16 Juli 2002 dan menggantikan Kepmendagri Nomor 27 tahun 2002 yang terbit pada 24 Mei 2002. Pasal 4 Kepmendagri Nomor 35 tahun 2002 memperbolehkan alokasi biaya pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor kepada beberapa instansi, yaitu aparat pelaksana pemungutan (70 persen) dan aparat penunjang yang terdiri dari tim pembina pusat (2,5 persen), kepolisian (7,5 persen), dan aparat penunjang lainnya (20 persen).
Pasal 5 mengatur alokasi biaya pemungutan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor kepada dinas/instansi pengelola (20 persen), Pertamina dan produsen bahan bakar kendaraan bermotor lainnya (60 persen), tim pembina pusat (5 persen), dan aparat penunjang lainnya (15 persen).
Kemudian pasal 6 memperbolehkan alokasi biaya pemungutan Pajak Penerangan Jalan untuk biaya pemungutan PLN (54 persen), petugas PT PLN setempat yang terkait pada pelaksanaan pemungutan (20 persen), aparat pemerintah daerah yang berkaitan dengan pelaksanaan pemungutan (20 persen), dan tim pembina pusat (6 persen).
Kepmendagri Nomor 35 tahun 2002 tidak lagi mengatur tentang penggunaan insentif upah pungut pajak yang yang diterima oleh pejabat. Padahal, Kepmendagri Nomor 27 tahun 2002 sebelumnya mengatur biaya pemungutan pajak hanya digunakan untuk membiayai kegiatan penghimpunan data objek dan subjek pajak, penagihan, dan pengawasan. .
0 komentar:
Posting Komentar