Penyakitku dan Bangsaku
Manusia Indonesia termasuk Saya juga entah terbuat dari apa, dan keturunan siapa koq inginnya selalu ribut melulu. Iri, dengki, mau benar dan menang sendiri, mengaku paling pintar, paling suci, paling pandai, paling jujur, paling tahu segalanya, ada pada diri kita sebagai orang Indonesia. Apalagi sekarang ini mendekati Pileg dan Pilpres, sifat-sifat yang disebut di atas mulai bermunculan.
Apa ya sebenarnya salah kita, koq hidup ini tidak pernah aman, tentram, sentosa. Boleh beda pendapat tapi sepertinya tidak pernah ada solusinya, apa yang harus dikerjakan bersama. Saat-saat seperti sekarang ini, mulai bermunculan orang-orang yang merasa pandai, tahu tentang keinginan rakyat, saling menyalahkan, dan saling obral keburukan. Saat seperti ini, yang paling utama banyak orang yang mengaku paling bisa dan pintar bila BERKUASA. Duh Tuhan...penyakit apa sebenarnya yang kami derita sekarang ini?.............
Sebuah iklan muncul di layar televisi. Isinya: ‘Katakan tidak pada pemimpin yang tidak menepati janjinya’. Ada yang merasa terpojok. Ada yang menuding PDI Perjuangan di balik itu. Padahal, yang memasang bukan partai politik.
Kurang dua bulan menjelang pemilu, intensitas manuver politik semakin meninggi. Sayangnya, kini manuver politik cenderung tak mendidik calon pemilih. Contohnya, iklan televisi terbaru dengan latar suara ‘katakan tidak pada pemimpin yang tidak menepati janjinya’.
Secara substansi, iklan yang tidak disebutkan sumbernya tersebut adalah tepat. Bahwa tugas pemimpin adalah mensejahterakan rakyatnya. Maka, seruan untuk tidak memilih pemimpin yang tidak menepati janjinya menjadi hal yang wajar dan memang seharusnya demikian.
Sayangnya, iklan cerdas tersebut tidak menyebutkan siapa sumbernya, tidak jelas siapa yang mengiklankan iklan tersebut. Maka kategori kampanye hitam jelas akan menjerat iklan tersebut. “Kategori kampanye hitam adalah iklan atau selebaran yang tidak jelas menyebutkan sumbernya,” kata anggota Badan Penagwas Pemilu (Bawaslu), Bambang Eka Cahyo Widodo.
Sejatinya, tak perlu berang dan marah melihat dan mendengar iklan tersebut. Toh, tidak ada yang merasa diserang atau menyerang. Selain tidak menyebutkan sumbernya, iklan tersebut juga tidak menyebutkan siapa sebenarnya obyek yang dituju.
Tapi, Partai Demokrat, tampaknya kebakaran jenggot dengan iklan tersebut. Ketua DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menilai, kampanye negatif dari oposisi ke pemerintah adalah hal lumrah. Namun menjadi tidak lumrah jika memasang iklan yang tidak jelas sumbernya. “Mengkritik sekeras apapun juga hal yang lazim saja. Yang tidak lazim adalah memasang iklan misterius. Mirip lempar batu sembunyi tangan,” katanya.
Pihak Demokrat tampak merasa tersindir dengan iklan gaib tersebut. Meski tidak ditujukan pada pemerintahan SBY, iklan yang menampilkan data-data kemiskinan dan pengangguran, secara tidak langsung menggugat janji SBY saat Pemilu 2004 lalu, sebagaimana tertuang dalam Penetapan Presiden No 7/2005.
Lalu, siapa pemasang iklan tersebut. Nama Boni Hargens, Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), sempat disebut-sebut. Maklum, dia pernah membuat gerakan menagih janji pemerintahan SBY-JK. “Memang data-data yang tayang di iklan itu adalah dari kami semua. Saya sudah wanti-wanti, jangan memakai lembaga dan nama saya,” ujar Boni Hargens yang enggan menyebut siapa kelompok yang menggunakan iklan tersebut.
Menurut dia, jika pemerintah dan partai penguasa merasa tidak gagal, harusnya tidak perlu marah dengan iklan tersebut. “Kalau sewot berarti pemerintah dan partai penguasa mengakui kegagalannya,” ujarnya. Data yang digunakan Boni melalui LPI bersumber data resmi pemerintah mulai dari proyeksi (Penetapan Presiden No 7/2005) serta realisasi (data BPS).
Terkait tuduhan iklan tersebut bersumber dari PDIP, Boni menilai hal yang wajar jika PDIP tertuduh karena saat ini Partai ‘Moncong Putih’ itu bersikap oposisi kritis pada pemerintahan SBY. “Yang tidak wajar, setiap orang dan pihak yang kritis pada pemerintah dianggap PDIP, karena tidak cukup variabel untuk menjustifikasi yang kritis sama dengan PDIP,” kata Boni yang juga sering mendapat tuduhan sebagai agen PDIP.
Namun, Hendrasmo dari Citra Publik Indonesia (CPI) pembuat iklan gaib tersebut, menegaskan bahwa iklan yang muncul di televisi bukan pesanan dari PDIP. Menurut dia, pihaknya melakukan kerja profesional dalam setiap pembuatan iklan. “Yang meminta itu Perhimpunan Peduli Indonesia (PPI), yang sama sekali tidak kaitannya dengan PDIP,” cetusnya.
Hendrasmo menegaskan, iklan publik yang telah tayang beberapa hari terakhir ini sebagai ujud pendidikan politik bagi masyarakat. Menurut dia, secara substansi penting untuk membudayakan tradisi kritis pada pemilih. “Silahkan mau gugat iklan itu. Soal tidak ada sumbernya, tidak aturan, baik di peraturan KPU maupun UU No 10/2008,” kelitnya.
Jelang pemilu ini akrobat politik memang acap terjadi oleh pihak manapun. Meski, kadang sulit membedakan apakah setiap manuver masuk kategori manuver politik atau upaya dedikasi ke publik. Apapun itu, yang baik buat publik, harus diapresiasi.
Email yang memuat foto simpatisan PDIP yang sedang meminum air cucian kaki Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri telah beredar di dunia maya. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menilai email sudah tergolong kampanye negatif. “Itu sudah negative campaign karena sudah menyudutkan orang lain,” kata anggota Bawaslu Bambang Eka.
Dalam email itu terpampang foto Megawati yang sedang dicuci kakinya oleh seseorang berjenggot putih berkaos merah berlambang banteng moncong putih. Setelah disiram dengan air botol mineral yang ditadahkan di sebuah baskom, kemudian air cucian kaki tersebut di minum oleh pria tersebut.
Email yang berjudul 'mau...mau...mau jadi caleg PDI-P???' pengirim yang ditulis Mega Sijabat itu menuliskan "Hanya orang yang bodohlah yang akan mengikuti jejak ini....Semoga kita bukan termasuk didalam golongannya."
Bambang mengungkapkan alasannya mengapa email tersebut belum tergolong black campaign. Pertama, Sekretaris Fraksi PDIP Ganjar Pranowo mengakui bahwa kejadian itu benar adanya sehingga unsur fitnah sudah bisa dipatahkan.
Kedua, alamat email pengirim dicantumkan dalam milis. Untuk mengetahui siapa pengirim email, kepolisian dapat membongkarnya. Jadi, papar Bambang, email tersebut bertujuan untuk menyerang posisi moral atau perilaku Mega dan partainya.
“Email itu maksudnya sama dengan apa yang dilaukan Partai Republik dahulu yang mengatakan apabila Obama jadi presiden, masyarakat AS akan sadar bahwa ia adalah Barack Husein Obama. Nama itu di sandingkan dengan mantan presiden Irak Saddam Husein,” imbuhnya.
Mungkin kita akan menunggu, muncul model ikan seperti apalagi. Sekali lagi, inilah bangsa Indonesia. Selalu ribut dan selalu saja menyinggung orang lain. Entah penyakit apa yang diderita bangsaku ini ? (*).
0 komentar:
Posting Komentar