Jilbab Loro Bisa jadi Jilbab Loroh
Apapun bisa jadi bahan kampanye jelang Pilpres 8 Juli 2009 nanti, termasuk juga Jilbab yang sekarang menjadi salah satu topik kampanye pencitraan yang dilakukan Tim JK-Wiranto. Isu Jilbab Loro (Jilbab Dua), dikembangkan Tim JK-Wiranto untuk menarik perhatian dari kalangan muslimah. Terbukti nama istri capres dan cawapres itu kini jadi merek produk jilbab dan busana muslimah. Manuver duet JK-Wiranto memainkan isu jilbab ini dikhawatirkan justru akan menjadi blunder.
Melembagakan nama Mufidah-Kalla dalam sebuah produk jilbab dan busana muslimah sebenarnya hal yang biasa saja. Namun hal itu menjadi istimewa ketika dikaitkan dengan perbincangan publik terkait ‘Jilbab Loro’ sebagai materi kampanye JK-Wiranto.
Kini Mufidah-Uga Collection mudah dijumpai di pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Selasa (2/6) Mufidah dan Uga langsung melihat koleksi busana muslimah dengan merek nama mereka.
‘Mufidah-Uga Collection’ jelas berbeda maknanya dengan sepatu Cibaduyut merek ‘JK Collection’. JK Collection hadir jauh sebelum pelaksanaan Pemilu 2009. Merek JK Colection adalah buah dari semangat dan kegigihan Wapres JK dalam mengampanyekan produk dalam negeri, sebagai salah satu upaya penanganan krisis finansial yang melanda dunia. Ini tentu bertolak belakang dengan bisnis keluarga Kalla di Sulawesi yang jadi agen terbesar produk otomotif dari Jepang.
JK Collection lebih berdimensi kepentingan nasional dengan kampanye penggunaan produk dalam negeri. Sedangkan Mufidah-Uga Collection lebih berpretensi politis, karena booming jilbab keduanya menjelang Pilpres 2009.
Meski Mufidah-Uga Collection merupakan insiatif pedagang pasar Tanah Abang, namun sulit ditepis anggapan bahwa pelekatan nama Mufidah-Uga di produk budaya Islam tersebut tak mengandung nuansa politis.
Karena masuk dalam ranah politik, jilbab Mufidah-Uga Collection pun masuk dalam kategori politik simbol. Di satu sisi simbol jilbab pasangan JK-Wiranto menjadi defrensiasi dengan pasangan capres lainnya, namun bila tak hati-hati simbol ini bisa membawa pasangan JK-Wiranto masuk kubangan politisasi agama.
Tentu saja Tim JK-Wiranto menegaskan isu jilbab bukan sebagai materi kampanye. Bila pun kini Mufidah Kalla dan Uga Wiranto menggunakan jilbab, bukan terkait dengan kepentingan politik. Karena dalam kesehariannya Mufidah Kalla dan Uga Wiranto selalu mengenakan jilbab.
Namun dari keseharian itu kemudian dijadikan 'senjata' iklan politik ini tidak boleh dibantah. Apapun alasannya Tim JK-Wiranto telah menggunakan jilbab ini sebagai alat untuk menembak pesaingnya.
Jilbab Loro memang tidak bisa dikatakan sebagai politisasi agama, tapi Jilbab Loro sudah menjadi iklan politik yang ampuh minimal untuk pembeda dengan pasangan capres-cawapres lainnya.
Faktor Pembeda (deferensiasi) inilah yang sekarang jadi materi kampanye dan iklan politik JK-Wiranto, hasilnya untuk sementara memang sudah mengena ini terbukti dengan reaksi dari SBY-Boediono merespons dengan munculnya kalender bergambar SBY-Ani Yudhoyono dengan busana muslim lengkap. Tampak SBY memakai baju koko berkalung surban, sedangkan Ani Yudhoyono memakai jilbab.
Sementara kubu Mega-Pro belum meresponnya, atau memang mungkin tidak perlu terlalu reaktif untuk menanggapi 'tembakan' JK-Wiranto karena mereka sadar bukan bidikan utama. Karena akan menjadi sebuah blunder bila kemudian Megawati ikut-ikutan membuat iklan politik dengan berfoto memakai busana muslim dan mengenakan jilbab. (*)
2 komentar:
Salam Kenal...Mau Tampil Menawan...ayo join SAVERO di http://saverosby.blogspot.com
Kita lihat sisi positifnya aja Mas. Mungkin pada awalnya ada muatan politiknya, tapi siapa tahu lama-lama menjadi gaya busana, dan para parlemenwati ataupun nyonya pejabat ikutan pake jilbab. Yah daripada rambut disasak (kayak zaman orde baru),dan bisa menekan biaya salon, karena jilbab kan harganya lebih murah daripada harus ke salon tiap mau tampil. Yo tooh...
Posting Komentar