Buktikan Bukan Antek Zionis
HARI-hari terakhir berada di Gedung Putih, tak ada tanda-tanda George 'Semak-Semak' Bush ingin mendapat penghormatan dunia sebagai seorang pemimpin negara adidaya. Pernyataannya yang sangat membela Israel itu semakin membuat dunia muak dengan segala perilakunya selama ini terhadap dunia Islam, seperti invasi ke Irak dan Afganistan pasca-serangan 11 September 2001. Ia tetap saja arogan dan bersikap standar ganda menanggapi kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Zionis Israel terhadap ratusan wanita dan anak-anak yang meregang nyawa akibat rudal yang menghantam rumah mereka.
Yang lebih sulit dipercaya adalah pernyataannya yang menuding serangan roket Hamas ke Israel sebagai aksi teror, sementara ia tak menyalahkan pasukan Israel yang membunuh hampir 500 rakyat Gaza, yang kebanyakan adalah warga sipil. ia juga masih mengedepankan retorika lamanya, bahwa di balik aksi Hamas itu adalah Suriah dan Iran, dua negara yang selalu bersitegang dengan Bush.
"Amerika Serikat tengah memimpin upaya-upaya diplomasi untuk mencapai gencatan senjata yang benar-benar dihormati. Gencatan senjata sepihak yang memicu serangan roket ke Israel tak dapat diterima," katanya dalam pidatonya yang disiarkan melalui radio, Sabtu (3/1).
Mungkin sebaiknya dunia tak terlalu mempedulikan lagi Bush, karena ia sendiri tak lama akan turun panggung seraya merenungi segala kesalahan kebijakannya yang meruntuhkan dunia saat ini.
Kini sebaiknya masyarakat internasional, melalui PBB maupun pendekatan bilateral dan multilateral, mulai melakukan pembicaraan dengan Presiden AS terpilih Barack Obama.
Komunitas internasional juga harus menagih janji kepada Obama yang akan membuat perubahan, baik terhadap Amerika maupun dunia, karena segala kejadian di dunia tak bisa terlepaskan dari keterlibatan Paman Sam.
Jika benar Obama ingin membuat perubahan, mungkin ia harus bersikap berbeda dengan pendahulunya dalam menanggapi konflik di Timur Tengah. Konflik ini sebenarnya tak lepas dari politik pecah belah AS dan Barat serta Israel terhadap rakyat Palestina, sehingga memisahkan Palestina menjadi dua wilayah, yaitu Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang dipimpin kelompok Fatah.
Kebijakan itu sebagai upaya untuk mendamaikan Israel dengan Palestina minus Hamas melalui perjanjian Annapolis akhir 2007. Meski akhirnya upaya Bush mendamaikan Israel dengan 'Palestina minus' itu gagal total hingga ia harus lengser pada 20 Januari mendatang.
Kini harapan ada pada pundak Obama, atau lebih tepatnya pada hati nurani suami Michelle itu untuk menghentikan pembantaian warga sipil di Gaza. PBB mengestimasi dari jumlah warga Palestina yang tewas, yaitu hampir 500 orang, seperempatnya adalah warga sipil.
Hingga saat ini belum ada tanda-tanda Israel akan menghentikan serangannya, sementara masyarakat internasional sudah serak suaranya menyerukan penghentian pembantaian itu. Sebagai penerus dan pewaris segala kebijakan George Semak-Semak, Obama sebaiknya mulai mendengarkan seruan masyarakat internasional itu untuk menyelesaikan konflik Timur Tengah, karena kalau tidak dunia akan mencibirnya sebagai antek Zionis seperti halnya Bush. Boleh saja Obama masih akan fokus pada upaya pembenahan ekonomi bangsanya, tapi bencana kemanusiaan ini juga harus menjadi tanggungjawabnya. Bukankah ia sudah berjanji ingin memperbaiki hubungan Amerika dengan negara-negara Islam?
Sekarang bukan lagi waktunya umbar janji seperti waktu kampanye lalu, tapi kini saatnya ia membuktikan bahwa tudingan mantan rivalnya, John McCain, bahwa ia tidak memiliki kemampuan dalam isu internasional adalah salah.
Ini juga akan menjadi ajang pembuktian bagi Menlu terpilih Hillary Clinton bahwa ia memang piawai dalam mengatasi isu-isu internasional seperti ia berkoar dalam kampanye pendahuluan ketika bersaing dengan Obama merebut tiket konvensi Partai Demokrat untuk melaju dalam pemilu 4 November lalu. Ayo buktikan Obama-Hillary! Kalau kalian memang bukan antek Zionis. (*) .
0 komentar:
Posting Komentar